Saturday, February 25, 2012

I’m in Love with “Book in Love”

Dua minggu yang lalu adalah minggu tersibuk saya. Tapi jujur, saya merasa sangat puas dan senang setelahnya. Ya, waktu itu saya diminta sama Mas Ginanjar TeguhIman buat jadi MC di acara “Book in Love” bareng sama Osy. Seperti biasa, saya langsung bilang “YA!”. Apalagi setelah dijelaskan konsep acara dan kegiatan-kegiatan di “Book in Love” ini, wah makin antusias rasanya.

Ternyata benar, kegiatan-kegiatannya sangat menyenangkan dan memuaskan. Gimana gak puas coba, acara ini diadakan dari tanggal 13 sampai 19 Februari dengan kegiatan yang berbeda setiap harinya.

Hari pertama, ada penampilan dari teman-teman kampus saya, teater dari Bengkel SeniUniversitas Tidar Magelang. Sumpah, kocak banget penampilan mereka! Banyak penonton yang terpingkal-pingkal selama menonton, termasuk saya hehe.

Hari kedua, ada nonton bareng film Ada Apa dengan Cinta. Kebetulan hari itu tepat diperingatinya 10 tahun AADC, film yang memang jadi stimulus reinkarnasi dunia perfilman Indonesia.

Hari ketiga, kita diskusi bersama Bapak Haryanto Corakh atau biasa disapa Cak Roto. Beliau adalah Program Designer film Emak Ingin Naik Haji. Tau kan? Yang pemeran utamanya sexy nya naujibillahiminzalik itu, Reza Rahardian. Awwwhhh, gantengnya gak punya toleransi dia! Obrolan dengan Cak Roto sangat menarik, apalagi beliau membagi banyak cerita dan pengalaman dalam menulis skenario film-film tanah air. Selain itu, beliau juga berbagi cerita tentang bukunya yang berjudul “Unlimited Love”.

Hari keempat, ada nonton bareng film Kambing Jantang. Tau lah ya film ini diangkat dari novel karangan Raditya Dika, penulis yang otaknya diluar batas kewajaran seorang manusia kalau menurut saya. Daya imajinasinya juga kadang terlalu konyol, tapi lucu banget!

Hari kelima, seneng banget bisa ketemu sama Brilliant Yotenega atau Mas Ega dari nulisbuku.com. Jadi, nulisbuku.com itu adalah situs yang mempermudah semua penulis buat menerbitkan bukunya dengan cara self-publishing. Saya dapat banyak sekali ilmu dan pengetahuan tentang bagaimana cara menerbitkan buku selama diskusi ini. Lebih dari itu, saya merasa kepercayaan diri saya bertambah waktu Mas Ega bilang: “Semua orang bisa jadi penulis. Semua orang bisa menerbitkan bukunya sendiri.” Ah, benar-benar tidak rugi datang dan ikut diskusi ini.

Hari keenam, ada peluncuran buku dari tiga penulis Magelang. Ada Ginanjar Teguh Iman yang meluncurkan buku kumpulan cerita “Cerita Hujan” dan Andhika John Manggala yang meluncurkan “Soegito Times”. Dua buku itu bisa didapat di nulisbuku.com mulai bulan Maret. Setelah itu, ada diskusi bersama Lusia Dayu, penulis asli Magelang juga, yang sudah menerbitkan enam buku. Wow!

Hari terakhir, ini yang paling seru, ada diskusi bareng sama dua penulis nasional dari Gagas Media, Christian Simamora dan Orizuka. Setelah itu ada peluncuran antologi curahan hati “Dear, Love”. Nah, buku ini adalah kumpulan cerita yang lolos Dear Love Competition yang juga diadakan sama “Book in Love”. Saya termasuk salah satu dari 20 orang yang lolos. Bukunya bisa didapat di nulisbuku.com mulai bulan Maret. Beli ya! Hehe.

Selama acara Book in Love, ada juga bazar buku dari penerbit nasional, diantaranya Mizan dan Gagas Media. Buku-bukunya lengkap dan terjangkau. Kalau saya bandingkan dengan beberapa tempat lain, harga buku di bazar “Book in Love” ini lebih murah. 

Hmm... sayang sekali, pengunjung acara ini tidak banyak. Padahal saya pribadi merasa sangat beruntung bisa datang ke acara ini karena semua kegiatannya positif dan sangat bagus untuk anak-anak muda di Magelang. Apalagi, acara ini terbuka untuk umum dan GRATIS. Menurut saya, ketimbang tidur di rumah, mending datang ke “Book in Love”.

Oya, denger-denger dari koordinatornya, acara ini akan diadakan secara kontinyu. Wah, senang sekali. Semoga bisa mendatangkan penulis-penulis favorit saja juga buat berbagi ilmunya. Semoga peminat acara ini juga makin banyak.

After all, biarpun acara “Book in Love” ini baru yang pertama di Magelang, semuanya sukses dan memuaskan. Thank you, Mas Ginanjar Teguh Iman. Your creativity changes Magelang a lot! I love “Book in Love”, to be frank!

Sunday, February 12, 2012

Impian, Target, dan Gol


“Kamu itu tipe target girl..”

Inget banget sama kata-kata yang dibilang salah satu dosen saya waktu dulu kita ngobrol. Dosen ini memang lumayan dekat sama saya karena kita sering tukar pikiran dan diskusi tentang apapun. Bisa tentang hidup, pendidikan, impian, dan bahkan percintaan hihihi.
Beberapa minggu terakhir, otak saya memang sedang bekerja lebih keras. Sebenernya sih bukan karena dipakai buat belajar, tapi karena saya sedang mengevaluasi diri habis-habisan. Postingan saya yang terakhir kemarin masih seputar hidup saya yang sedang berantakan. Sekarang sih sudah mulai baikan, tapi masih ada beberapa hal yang membuat saya khawatir.
Khawatir. Ya, satu kata yang didengar saja sudah menyebalkan, apalagi dirasakan. Huh! Pernah mengalami hidup yang penuh dengan kekhawatiran? Jujur, saya sering. Kebanyakan, kekhawatiran saya muncul karena beberapa target dalam hidup saya tidak sesuai dengan yang sudah saya rencanakan jauh-jauh hari.

Harus saya akui memang, saya hidup dengan banyak target. Mulai dari jangka pendek, jangka menengah, sampai jangka panjang.  Semuanya saya catat dan saya perjuangkan pelan-pelan. Sebenarnya saya itu tipe orang yang spontan. Ini karena saya tau kalau rencana tidak mungkin selalu berjalan seperti apa yang kita inginkan. Terlebih, hidup itu kan juga butuh improvisasi. Cuma, bagi saya, target tetaplah penting.
  





Salah satu alasan terkuat saya membuat target adalah karena saya punya banyak impian yang ingin saya wujudkan. Katakanlah saya pemimpi ulung, saya selalu bisa menjabarkan dengan rapi dan detil tentang impian apa saja yang sedang saya perjuangkan. Tanpa target, apa jadinya? Ya memang rejeki itu tidak akan pernah tertukar dari satu tuan ke tuan yang lain. Rejeki pun tidak akan lari kemana. Saya tau itu. Tapi, bukankah rejeki juga kadang perlu diperjuangkan? Terlepas pada akhirnya bisa diraih atau tidak. Jadi, target ini saya maksudkan untuk membuat saya mau berjuang dan siap ketika kesempatan menuju pintu impian terbuka buat saya.

Saya juga menjadikan impian-impian saya sebagai gol. Dengan begitu, saya merasa bahwa impian itu perlu dicapai, bukan cuma dimimpikan saja setiap hari. Dengan menjadikannya goal, saya juga harus bekerja keras membiasakan diri mempersiapkan dengar rapi hal-hal yang berkaitan dengan gol saya itu. Memupuk kebiasaan-kebiasaan baik, sekecil apapun itu.

Tapi, beratnya hari-hari di beberapa minggu terakhir ini membuat saya berpikir, apakah saya terlalu ngoyo menjalani hidup? Saya melihat beberapa orang terdekat saya yang selalu bilang: “Aku tuh gak bisa kalau harus begini harus begitu. Aku lebih suka spontan. Ada situasi seperti ini, sesuaikan sikap aja. Gak perlu lah ya menargetkan ini itu. Hidup Cuma sekali, nikmati aja lah!” Mereka juga tampak senang secara fisik dan hampir setiap saat terlihat seperti itu. Hmmm... Apa mungkin karena saya punya banyak target, saya jadi tidak bisa menikmati hidup? Karena itu kah hidup saya terasa penuh dengan kekhawatiran? Entahlah.

Tapi yang pasti, kemarin waktu saya merasa benar-benar down, saya sempat mengeluh sama pacar kalau saya rasa, saya ini orang yang berlebihan, terutama soal pengharapan terhadap target dan impian. Saya merasa impian saya terlalu muluk, saya sok kepedean, saya terlalu optimis, dan lain-lain. Ingin rasanya melepas semuanya, memilih menjalani saja apa yang sudah ada, tanpa mengharapkan sesuatu yang lebih baik. Ada atau tidak ada peningkatan dari apa yang saya lakukan bukanlah masalah. Tapi, tetap saja rasanya tidak rela kalau impian yang sudah saya rancanakan bertahun-tahun harus dilepas begitu saja.

Akhirnya saya bisa berdamai dengan diri sendiri, menyimpulkan bahwa menikmati hidup itu tidak salah, toh memang hidup cuma sekali. Tapi, mempunyai target dan mengejarnya juga tidak salah. Hidup cuma sekali kan? Berarti kesempatan untuk mengejar apa yang kita inginkan juga cuma sekali kan? Jadi kenapa tidak dimaksimalkan kesempatan itu? Soal menikmati, kadang, proses mengejar impian  plus jatuh bangunnya itu juga nikmat, apalagi ketika impian sudah benar-benar diraih, sangat nikmat!

Terlepas dari semua ini, saya belajar untuk tidak berharap terlalu berlebihan terhadap target, impian, dan gol hidup saya. Tepat setelah saya mengalami beberapa kegagalan minggu lalu, saya menyadarkan diri bahwa kegagalan akan menjadi teman, bukan lagi musuh yang harus selalu dijauhi. Dia adalah bagian nyata dari impian, target, dan gol setiap orang, termasuk saya.

Friday, February 10, 2012

Cheering Myself Up

Last week was a very shocking week for me. Something bad happened to me. I don’t think I can explain now, but when it’s final, I will tell you. Well, whenever I feel life gets hard and problems keep coming around, I always take time to evaluate and observe what has happened. It’s not easy indeed. I tend to be subjective at evaluating my failure. I see that the problems are not on me somehow. Then I turn to be so wicked that I really believe that my failure is caused by others. Fortunately, as I keep doing things, I try to be positive and objective in seeing my failure that all the things that come to me are the consequences of what I have done before. It’s difficult to realize it, but it’s better for me to be like this.

Magically, after I accept the whole thing, my heart got better. It wasn’t miserable anymore. And I decided to face the life rationally that failure is a good part of life, of course depending on how we see it. Then, to be honest, I feel so much better now. And I promise I don’t want have such failure because I’m not a fool.

Anyway, during my tough times, I heard Coldplay’s Fix You very often. I just love this song! There is the most realistic, motivational, and awesome story behind the song. I enjoy every single word on the lyrics. Well, you can check the video (which is also cool!) and the lyrics below. See ya, anyway!




When you try your best but you don't succeed
When you get what you want but not what you need
When you feel so tired but you can't sleep
Stuck in reverse

And the tears come streaming down your face
When you lose something you can't replace
When you love someone but it goes to waste
Could it be worse?

Lights will guide you home
And ignite your bones
And I will try to fix you

And high up above or down below
When you're too in love to let it go
But if you never try you'll never know
Just what you're worth

Lights will guide you home
And ignite your bones
And I will try to fix you

Tears stream down your face
When you lose something you cannot replace
Tears stream down your face
And I

Tears stream down your face
I promise you I will learn from my mistakes
Tears stream down your face

And I
Lights will guide you home
  And ignite your bones And I will try to fix you

taken from: here

Tuesday, February 7, 2012

Uninspired

Memang benar perasaan seseorang itu gampang sekali berubah. Bisa jadi saya merasa sangat senang, tapi satu detik kemudian, mood rontok dan berserakan. Pernah merasa begitu?

Phew, sebenernya saya sebal kalau harus mengeluh. Cuma, saya lebih menganggap postingan kali ini bukan sebagai keluhan, tapi sebagai curahan hati saja. Hehehe alibi yah.

Beberapa hari terakhir, saya merasa sedang mengalami ketidakberuntungan yang bertubi-tubi. Saya curiga, apa mungkin karena pengharapan saya yang terlalu tinggi sama bulan Februari ya? Yap, saya memang sudah sangat menanti-nantikan bulan ini karena akan ada banyak hal menyenangkan yang bisa saya lakukan. Tapi, ternyata baru sampai di awal bulan saja, saya sudah merasakan sakit hati yang luar biasa. Pengen sih cerita soal yang ini, tapi nanti saja lah, soalnya juga belum pasti. Yang pasti, sampai di hari ke tujuh di bulan Februari ini, saya merasa benar-benar sedang drop.

Hidup itu memang tidak selalu adil. Dunia ini punya banyak ketimpangan. Ya, saya sangat sadar akan hal itu. Tapi, menyadari saja adalah perkara mudah. Kalau harus menerima semua ketidakadilan dan ketimpangan itu, susahnya bukan main. Apalagi ketika kita harus menerima kenyataan bahwa orang-orang di sekitar kita ada dalam kondisi berbanding terbalik. Mau curhat, mau cerita, jatuhnya malah makin sakit hati. Mungkin ini karena faktor saya-nya kali ya yang memang sensitif maksimal. Cuma saya selalu mikir, curhat sama orang yang tidak ada atau belum pernah ada dalam kondisi yang kita alami itu sama dengan sia-sia. Mereka akan sangat gampang menasehati dari A sampai Z kembali ke A lagi dan berakhir di Z dengan lancar. Ya, karena mereka tidak benar-benar mengalami. Apalagi, saya rasa sangat sedikit sekali orang didunia ini yang pandai ber-empati.

Saya punya beberapa teman yang cukup dekat. Mereka suka menemui saya kalau lagi pengen curhat. Ya saya sih seneng-seneng aja kalo dicurhatin, soalnya saya suka sama proses percakapan dengan setiap teman/orang sekitar. Dari situlah saya bisa belajar banyak tentang hidup dan segala macam esensi, tragedi atau drama di dalamnya. Cuma, kadang saya sebel sama mereka yang deket-deketin saya tiap ada masalah atau mau cerita aja, tapi giliran saya yang butuh cerita, mereka gak pernah ada. Uh, berasanya saya cuma tempat sampah curhatan mereka aja. Mungkin, inilah yang membentuk kepribadian saya jadi lebih introvert. Saya lebih suka diam, menangis, merenungi kegagalan, mengevaluasi diri, menulis, dan menyemangati diri sendiri untuk melangkah lagi. Begitulah, siklus hidup yang hanya berputar-putar dan selalu seperti itu sejauh ini, selama hampir 22 tahun.

Tidak hanya satu dua kali saya merasa sendiri. Merasa bahwa tidak ada seorang pun yang bisa memahami. Saya selalu menguatkan, memarahi, dan mendisiplinkan diri sendiri. Bahkan, menangis sudah menjadi salah satu hal yang paling saya sukai. Mungkin karena saya sudah terlalu terbiasa dengan hal itu.

Pada sisi ini, hidup saya terdengar terlalu miris yah. Kadang, saya sempat mikir ingin menyerah. Melepaskan semua impian dan membiarkannya disapu angin sampai beterbangan lalu hilang. Karena saya merasa segala yang saya impikan selama ini terlalu muluk. Kadang saya juga ingin melepaskan diri sendiri, tidak terlalu menuntutnya untuk begitu begini, tidak memaksanya melakukan hal-hal yang menguras pikiran dan hati. Kadang saya memang benar-benar ingin menyerah. Tapi… selalu saja, ada sebagian kecil, sangat kecil, dari hati ini yang tidak pernah rela. Dia selalu mengingatkan betapa banyak perjuangan berat dan melelahkan yang sudah dilalui. Betapa kegagalan memang harus menghampiri dan benar-benar menjadi bagian dari jalan ini. Betapa sayang kalau impian hanya diperjuangkan tanpa sampai ke titik maksimal. Ah, saya galau. Hidup ini memang sangat gampang membuat saya galau.

Yang jelas, saya sedang merasa sangat tidak bersemangat. Mentally and physically uninspired. Entah mau apa dan bagaimana sekarang. Yang pasti, sebagian kecil dari hati saya yang tidak menginginkan saya menyerah itu, masih terus menuntun untuk melakukan semua yang sudah menjadi tanggung jawab. Membiarkan saya mengeluh dan lalu kembali menyemangati saya dengan bisikan-bisikan penuh motivasi. Dan semoga, saya benar-benar tidak akan pernah menyerah…..

Friday, February 3, 2012

Me vs Matari

Aiiissshhhhh, saya lagi kecanduan ngeblog nih! Mungkin karena faktor kesepian (halah!), atau memang karena tabiat saya yang doyan cerita, baik secara lisan maupun tertulis. Yasudahlah, daripada waktu luang dipake buat tidoooorrrr terus, mending juga tunyuk-tunyuk keayboard kan ya?!

Oya, kali ini pengen ngebahas tentang buku yang kemaren baru aja saya baca, judulnya 9 Matahari. Ini salah satu buku Best Seller karya anak negeri. Hmm, kesan saya habis baca buku ini sebenernya gak begitu nancep ya. Soalnya, jujur, saya ngerasa ending-nya kurang istimewa. Awalnya saya kira akan ada hal super spesial yang didapatkan si pemeran utama. Ternyata, bagi saya, terkesan biasa.



Cuman, perjalanan si pemeran utama, Matari namanya, bisa dibilang sangat menantang dan dramatis. Nah, yang bikin saya rada tersengat, kisah hidupnya ada yang mirip sama kisah hidup saya. Cuma beberapa aspek sih. Pertama, latar belakang keluarganya yang tidak berpendidikan tinggi. Kedua, Matari ini kuliah dengan biaya sendiri. Ketiga, dia kerja jadi penyiar buat membiayai kuliahnya. Huhuhuh, saya bangeetttt ini, pemirsaaaaa!  

Cuman bedanya, di buku ini, Matari harus ngutang sana-sini sampe akhirnya ketika dia diwisuda dan dinyatakan lulus, utangnya mencapai 70 juta! Hmmpphhh, bersyukur banget saya gak sampe ngutang-ngutang buat bayar kuliah sejauh ini. Alhamdulillah ya Rabb... :')

Satu hal yang saya inget sampe sekarang tuh pemikiran dan pandangan sang penulis tentang pendidikan. Bagi dia, pendidikan adalah jembatan menuju perubahan yang lebih baik. Dia selalu yakin kalo dia bisa meraih gelar sarjana, dia bakal bisa mengentaskan keluarganya dari kemiskinan. Ah, saya setutu banget soal ini!

Ada beberapa kutipan yang saya suka dari buku ini, 

"Kekerasan verbal bisa membuat cacat batin seseorang atau bahkan membunuh mental."

"Seperti inilah kehidupan. Satu hari aku diperlihatkan bagaimana leluasanya orang meraih sesuatu yang diinginkan. Di sisi lain aku diperlihatkan bagaimana keinginan itu harus diraih dengan kerja keras."

"Betapa jalan impian adalah keras, lebih keras dari yang dibayangkan."

Kalimat-kalimat di buku-buku yang saya baca memang suka saya catat dan saya kumpulkan. Kalo lagi bad mood ato bete tingkat kabupaten, saya suka baca-baca lagi. Dan voila! Rasa bete sedikit demi sedikit jadi hilang hehehe Oh ya, ada dua kutipan yang paling saya suka dari buku ini:

"Aku ingin membobol dinding tebal rasa maluku, mengobrak-abrik rasa takutku, biar ia tau ia tak pantas ada dalam diriku."

"Usia ini tidak membutuhkan toleransi untuk tiga kata: aku belum mengerti!"

Dua kutipan diatas punya makna tersendiri buat saya. Well, saya akui, overall, buku ini layak dibaca. Terutama buat siapapun yang punya impian besar dan masih simpang siur apakan bisa diwujudkan atau tidak :)

Thursday, February 2, 2012

Impian itu...



Ah, senangnya liburan kuliah akhirnya datang juga. Walaupun cuma beberapa hari, tapi liburan sangat berarti buat saya. Yaa.. soalnya saya bisa melampiaskan hasrat membaca buku-buku yang saya suka sampe mentok. Hihihi. Minggu ini saya sudah menyelesaikan dua buku. Salah satunya, yang pengen saya ulas adalah buku karangan Alberthiene Endah berjudul Mimpi Sejuta Dolar. 




Buku ini adalah kado tahun baru dari pacar. Sebenarnya, pertama kali saya tau buku ini dari internet waktu browsing cari review buku-buku bagus. Gak tau kenapa, judulnya sangat menarik perhatian saya. Abis saya baca reviewnya, langsung deh saya catat dalam daftar buku yang harus saya beli. Fortunately, akhir tahun 2011 kemaren, temen pacar saya ada yang ke Jogja buat belanja buku. Terus si pacar tau aja kalo saya lagi pengen buku itu. Nitiplah dia sama temennya dan dikasih ke saya buat hadiah tahun baru. I love surprises! I love my boyfie! he’s severely sweet, uh?!


Anyway, buku Mimpi Sejuta Dolar ini bercerita tentang motivator muda Indonesia, Merry Riana yang bisa meraup pendapatan sampe satu juta dolar di usianya yang ke 26. Hebat memang. Tapi, yang paling hebat dari seorang Merry Riana, menurut saya, adalah cara dia merancang segala macam keterbatasan dan kekurangan yang ada pada hampir semua aspek hidupnya menjadi perjuangan-perjuangan yang hebat. Bayangkan, semasa kuliah di Nanyang Technological University, Singapura, hampir setiap hari dia sarapan pake mie instan, makan siang dengan dua lembar roti dan gak ada makan malam. Minumnya pun air keran di NTU. Padahal, selain kuliah, dia harus bekerja mati-matian untuk bisa bertahan hidup. Ah, saya jadi ikut merasakan beratnya.


Huhuhu, baca buku itu memang kadang membuat saya terbawa terlalu dalam pada setiap cerita yang dikisahkan. Tapi, justru inilah sensasinya. Beberapa bagian dari buku ini juga berhasil membuat saya termewek-mewek. Saya mencatat beberapa kutipan yang menurut saya memang sangat penuh pelajaran.


“Bahwa hidup, sesulit apapun, adalah sesuatu yang harus diapresiasi dengan usaha yang nyata, bukan sesuatu yang berlalu sia-sia atau ditangisi.”

“Aku terbiasa menyerap realita bahwa tidak semua orang hidup dalam kondisi yang menentramkan. Sebagian orang yang tak beruntung, hidup dalam kekhawatiran pada banyak hal.”


Dan... satu hal yang saya rasa perlu saya pahami baik-baik adalah kutipan ini:


“Namun, lebih jauh lagi, teman hidup bagiku adalah partner perjuangan. Sebuah relasi yang bisa memberi ruang bagi semangat positif masing-masing. Sejak berkenalan dengan Alva, dan memiliki niat serius untuk menuju ke jenjang pernikahan, aku tahu permulaan apa yang harus kami perbuat. Yang harus kami bina adalah melatih diri untuk mejadi “pembentuk” sukses satu sama lain. Relasi kami jangan saling mengubur potensi masing-masing, atau lebih parah lagi melumpuhkan hasrat ingin berkembang.”


“Tapi harus kukatakan bahwa pada akhirnya dukungan orang terdekat merupakan sumber dari rasa tenteram saat berjuang. Dan pengaruhnya sangat dahsyat! Kesuksesan ditentukan oleh seberapa tenteram diri kita saat menjalani perjuangan. Seberapa banyak cinta yang bisa menghidupkan semangat kita.”


Oh well, dua bagian diatas sangat mengingatkan saya sama kehadiran si pacar dalam hidup saya. Dialah orang terdekat yang paling tau setiap detil langkah yang saya jalani. Pengetahuannya tentang apa yang saya perjuangkan, melebihi siapapun. Ah, males deh, bau-baunya mau melankolis ngomongin cinta-cintaan nih hihihi


Jadi, saya sangat-sangat gak nyesel baca buku ini. Malahan, rasanya tatapan mata saya bener-bener terhipnotis buat terus baca sampe habis. Sungguh, saya menikmati proses membaca buku ini. 


Menghayati perjuangan Merry Riana yang sukses menggenggam impiannya, saya jadi ingat sama impian itu... Impian yang sejauh ini tak pernah kemana-mana. Dia tetap di pikiran dan hati saya. Ya, impian saya untuk bersekolah di London. Jujur, sampai sekarang, saya belum tahu sama sekali cara memulainya. Tapi, sejauh keyakinan ini masih tertanam kuat di hati, saya hanya perlu bertindak untuk mencari-cari celah yang potensial dan berusaha menerobosnya sekalipun hanya dengan melakukan tindakan-tindakan kecil. Misalnya, terus memperbaiki kemampuan berbahasa Inggris saya, kemampuan membawa diri, kemampuan berkomunikasi,  kemampuan bersosialisasi & kemampuan mendisiplinkan diri. Doakan sayaaaaaa :’)


Oh ya, saya juga baru kelar baca buku 9 Matahari. Besok, saya mau nulis tentang buku itu deh. Masih ada juga buku biografi David Beckham yang berbahasa Inggris yang mau saya baca minggu-minggu depan. Ah, senangnya berkutat sama buku. Gak ada kesepian. Yang ada, kamar terasa lebih hangat dan nyaman.



Pipit ^^