Saturday, November 24, 2012

Thank you, VOA!


This month is a very special month for me, simply because I got an opportunity to come to a great event, which is VOA Affiliates Conference 2012. I thought I didn’t deserve this. My boss asked me to fulfill the registration form for him to join this event. Yet, after one week or two, the same registration form came to me and I was asked to fulfill it for myself. I had no clue why. But I was so grateful for that.

 

The conference was held on the 11th, 12th, and 13th of November in Sheraton Surabaya Hotel and Towers. The hotel facilities are very remarkable. I compared this duty as a holiday because I really enjoyed to be there. I met a lot of people who work in jurnalism field. We as well had great sessions of seminars whose speakers are great too. There were Latief Siregar (Executive Producer of MNC TV), Bimo Nugroho (President Director of PT Asia Surja Digital Televisi), Jerry Justianto (Director of Maxima Corporation), Ali Murtadlo (Director of Jawa pos Media Televisi Corporation Surabaya), Silih Agung Wasesa (Managing partner ASIA PR), Fachry Mohamad (Founder and CEO Smart FM Network), Norman Goodman (VOA Washington), Dough Boyton (BBG Washington), and Frans Padak Demon (VOA Jakarta). My favorites were Ali Murtadlo, Fachry Mohamad, and Norman Goodman because I learned a lot of things from them! What they were speaking about impressed me a lot.






Even though the schedule of the seminar was very tight, I still could have shopping time at Tunjungan Plaza. My boss and I bought some books and tried some food. I really enjoyed every single thing I did in Surabaya J I was alone in my room and a bit confused what to do though haha But when I could not sleep earlier, I watched Desperate Housewives the whole night xixixixi



When I was about to leave for Magelang, I asked my boss who reccomend me to fulfill the invitation from VOA, he said nothing. But finally he confessed that he was the one! He told me that I deserve it because I’ve been trying to work hard and dedicating the best things I can do to my office. So, that should be the time when my hard work paid off. I was like.... speechless but severely happy. Thank you boss, Polaris, and VOA!

with Norman Goodman :)

with Dough Boyton

Saturday, November 17, 2012

Living for A Reason, Not Just Passing the Time


Kuliah sambil bekerja. Mungkin terdengar biasa saja. Menjalani keduanya secara bersamaan bisa jadi sangat menyenangkan dan memberi kepuasan tersendiri, tapi tidak jarang juga membuat pontang-panting. Terutama soal waktu. Lebih dari itu, cukup banyak yang harus dikorbankan.

Saya menjalani keduanya sejak kelas 2 SMA. Sekarang saya sudah semester 7 dan masih melakukan rutinitas yang sama. Namun, semakin kesini, semakin sedikit orang yang bisa mengerti keadaan saya, meskipun saya semakin terbiasa menghadapi mereka.

Kalau saja kuliah hanya datang ke kelas dan pulang setelah perkuliahan selesai, tentu semuanya akan lebih fleksibel. Nyatanya, banyak kegiatan diluar perkuliahan (di kelas) yang wajib diikuti. Seperti halnya beberapa bulan lalu, saya wajib ikut Kuliah Kerja Nyata atau KKN. Menurut saya pribadi, KKN tidak begitu penting jika dikaitkan dengan jurusan kuliah yang saya ambil. Terkesan dipaksakan dan akhirnya hanya buang-buang waktu dan tenaga. Kegiatan ini juga cukup berat bagi saya karena saya harus dilakukan secara berkelompok.

Selama ini kuliah lancar-lancar saja karena saya sudah cukup pandai membagi waktu dan tidak bergantung dengan orang lain. Tapi KKN terasa berat karena selalu ada pertemuan kelompok yang pemberitahuannya mendadak. Sementara saya harus bekerja. Kebetulan, saya dapat di dusun yang Kadusnya cukup banyak menuntut kehadiran. Lebih parah lagi, sebagian besar anggota kelompok saya adalah orang-orang yang kurang bisa menghargai waktu dan selalu tidak on-time. Padahal, mereka sendiri yang membuat jadwal, tapi mereka juga yang tidak menghormati jadwal yang mereka buat. Dari KKN saya sadar tentang satu hal; selama ini memang sulit sekali memberi pengertian hampir ke semua tentang pekerjaan saya.

Saya bekerja di sebuah radio station, menjadi penyiar. Selain siaran, saya juga punya job-desc harian yang cukup banyak. Apalagi, alhamdulillah, baru-baru ini saya diminta Station Manager saya untuk menjadi asistennya. Jadwal siaran saya sering kali berubah-ubah, begitupun jadwal bekerja di luar siaran. Beberapa bulan terakhir, banyak pekerjaan yang menjadi tanggung jawab saya. Tapi saya senang menjalaninya. Terlepas dari tekanan-tekanan yang ada, saya tetap semangat menyelesaikan semuanya. Banyak teman yang belum mengerti (atau mungkin tidak mau mencoba mengerti) bahwa kadang saya harus bekerja lembur, mau diterjunkan ke lapangan untuk mencari berita, atau diminta datang ke kantor ketika saya sedang bersantai di rumah. Jadi, saya tidak bisa melakukan hal-hal yang tidak pasti di luar pekerjaan. Saya sadar ini konsekuensi. Namun ketika menjelaskan ke orang lain  (terutama ke kelompok KKN) kalau saya bekerja, banyak yang menjawab: “Aku juga kerja, tapi aku bisa dateng tuh.” Ah, menanggapi hanya akan membuat saya emosi. Akhirnya saya diam.

Selain itu, seringkali saya harus menolak ajakan teman untuk ketemu, jalan bareng, atau bahkan makan bareng. Kadang karena pekerjaan, tapi kadang karena waktu luang yang saya punya, saya prioritaskan untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah atau bertemu pacar. Bukan saya mengesampingkan keberadaan teman, tapi memang sejak awal saya sadar bahwa semua pilihan ada ditangan saya dan saya memang harus banyak mengorbankan kesenangan demi pekerjaan dan impian-impian saya di masa depan. Saya harus selektif.
I never regret it though! Apalagi menyalahkan pekerjaan. Tidak. Malah ketika saya bekerja, saya hampir tidak kepikiran hal lain (selain kepentingan kuliah atau pacar-itupun jika esensial). Tapi, ketika saya melakukan hal lain, saya sering kepikiran untuk secepatnya berada di kantor. Bukan apa-apa, saya hanya merasa, kantor membutuhkan saya, sekalipun saya tidak melakukan apapun disana, tapi berada di kantor membuat saya tenang dan senang. Lebih dari itu, saya ingin berkontribusi, memberikan yang terbaik yang saya bisa. Bisa bekerja di kantor saya saat ini adalah impian sejak saya masih kelas 4 SD. Pada akhirnya impian ini bisa terwujud, dan dengan berkontribusi yang terbaik menjadi wujud rasa syukur saya.

Sebenarnya banyak konsekuensi yang harus saya tanggung. Kehidupan sosial saya tidak begitu menyenangkan. Saya hanya dekat dengan beberapa orang yang memang mengerti, menghargai, dan mendukung keputusan-keputusan saya. Bahkan saya harus rela kehilangan salah satu teman terbaik karena saya lebih mementingkan urusan pekerjaan. It ain’t very pleasant.  Tapi, saya tidak mau terlalu menyalahkan diri. Saya sudah minta maaf, sekalipun maaf yang saya utarakan dianggap tidak tulus. Only God can judge me anyway.

Saya juga bersyukur, beberapa teman dekat masih selalu mendukung dan mereka mengerti. Nantinya, ketika apa yang saya perjuangkan terwujud, merekalah yang akan saya ajak merayakan, berpesta. Akan lebih banyak waktu yang saya habiskan bersama mereka untuk sekedar bersenang-senang. Karena saya tau, mereka akan tertawa senang ketika melihat saya pada akhirnya dapat meraih impian. Terlebih lagi, mereka mengerti ketika saya memperjuangkan impian dengan membuat pilihan-pilihan sulit. I call them true friends. The ones who know I’m living, making choices, and deciding things for a good reason, not just passing the time.