Kuliah
sambil bekerja. Mungkin terdengar biasa saja. Menjalani keduanya secara
bersamaan bisa jadi sangat menyenangkan dan memberi kepuasan tersendiri, tapi
tidak jarang juga membuat pontang-panting. Terutama soal waktu. Lebih dari itu,
cukup banyak yang harus dikorbankan.
Saya
menjalani keduanya sejak kelas 2 SMA. Sekarang saya sudah semester 7 dan masih
melakukan rutinitas yang sama. Namun, semakin kesini, semakin sedikit orang
yang bisa mengerti keadaan saya, meskipun saya semakin terbiasa menghadapi
mereka.
Kalau
saja kuliah hanya datang ke kelas dan pulang setelah perkuliahan selesai, tentu
semuanya akan lebih fleksibel. Nyatanya, banyak kegiatan diluar perkuliahan (di
kelas) yang wajib diikuti. Seperti halnya beberapa bulan lalu, saya wajib ikut
Kuliah Kerja Nyata atau KKN. Menurut saya pribadi, KKN tidak begitu penting
jika dikaitkan dengan jurusan kuliah yang saya ambil. Terkesan dipaksakan dan
akhirnya hanya buang-buang waktu dan tenaga. Kegiatan ini juga cukup berat bagi
saya karena saya harus dilakukan secara berkelompok.
Selama
ini kuliah lancar-lancar saja karena saya sudah cukup pandai membagi waktu dan
tidak bergantung dengan orang lain. Tapi KKN terasa berat karena selalu ada
pertemuan kelompok yang pemberitahuannya mendadak. Sementara saya harus
bekerja. Kebetulan, saya dapat di dusun yang Kadusnya cukup banyak menuntut
kehadiran. Lebih parah lagi, sebagian besar anggota kelompok saya adalah
orang-orang yang kurang bisa menghargai waktu dan selalu tidak on-time.
Padahal, mereka sendiri yang membuat jadwal, tapi mereka juga yang tidak
menghormati jadwal yang mereka buat. Dari KKN saya sadar tentang satu hal;
selama ini memang sulit sekali memberi pengertian hampir ke semua tentang
pekerjaan saya.
Saya
bekerja di sebuah radio station, menjadi penyiar. Selain siaran, saya juga
punya job-desc harian yang cukup banyak. Apalagi, alhamdulillah, baru-baru ini saya
diminta Station Manager saya untuk menjadi asistennya. Jadwal siaran saya
sering kali berubah-ubah, begitupun jadwal bekerja di luar siaran. Beberapa
bulan terakhir, banyak pekerjaan yang menjadi tanggung jawab saya. Tapi saya
senang menjalaninya. Terlepas dari tekanan-tekanan yang ada, saya tetap semangat
menyelesaikan semuanya. Banyak teman yang belum mengerti (atau mungkin tidak
mau mencoba mengerti) bahwa kadang saya harus bekerja lembur, mau diterjunkan
ke lapangan untuk mencari berita, atau diminta datang ke kantor ketika saya
sedang bersantai di rumah. Jadi, saya tidak bisa melakukan hal-hal yang tidak
pasti di luar pekerjaan. Saya sadar ini konsekuensi. Namun ketika menjelaskan
ke orang lain (terutama ke kelompok KKN)
kalau saya bekerja, banyak yang menjawab: “Aku juga kerja, tapi aku bisa dateng
tuh.” Ah, menanggapi hanya akan membuat saya emosi. Akhirnya saya diam.
Selain
itu, seringkali saya harus menolak ajakan teman untuk ketemu, jalan bareng,
atau bahkan makan bareng. Kadang karena pekerjaan, tapi kadang karena waktu
luang yang saya punya, saya prioritaskan untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah
atau bertemu pacar. Bukan saya mengesampingkan keberadaan teman, tapi memang
sejak awal saya sadar bahwa semua pilihan ada ditangan saya dan saya memang
harus banyak mengorbankan kesenangan demi pekerjaan dan impian-impian saya di
masa depan. Saya harus selektif.
I never regret it though!
Apalagi menyalahkan pekerjaan. Tidak. Malah ketika saya bekerja, saya hampir
tidak kepikiran hal lain (selain kepentingan kuliah atau pacar-itupun jika
esensial). Tapi, ketika saya melakukan hal lain, saya sering kepikiran untuk
secepatnya berada di kantor. Bukan apa-apa, saya hanya merasa, kantor membutuhkan
saya, sekalipun saya tidak melakukan apapun disana, tapi berada di kantor
membuat saya tenang dan senang. Lebih dari itu, saya ingin berkontribusi,
memberikan yang terbaik yang saya bisa. Bisa bekerja di kantor saya saat ini
adalah impian sejak saya masih kelas 4 SD. Pada akhirnya impian ini bisa
terwujud, dan dengan berkontribusi yang terbaik menjadi wujud rasa syukur saya.
Sebenarnya
banyak konsekuensi yang harus saya tanggung. Kehidupan sosial saya tidak begitu
menyenangkan. Saya hanya dekat dengan beberapa orang yang memang mengerti,
menghargai, dan mendukung keputusan-keputusan saya. Bahkan saya harus rela
kehilangan salah satu teman terbaik karena saya lebih mementingkan urusan
pekerjaan. It ain’t very pleasant.
Tapi, saya tidak mau terlalu menyalahkan
diri. Saya sudah minta maaf, sekalipun maaf yang saya utarakan dianggap tidak
tulus. Only God can judge me anyway.
Saya
juga bersyukur, beberapa teman dekat masih selalu mendukung dan mereka
mengerti. Nantinya, ketika apa yang saya perjuangkan terwujud, merekalah yang
akan saya ajak merayakan, berpesta. Akan lebih banyak waktu yang saya habiskan
bersama mereka untuk sekedar bersenang-senang. Karena saya tau, mereka akan
tertawa senang ketika melihat saya pada akhirnya dapat meraih impian. Terlebih lagi,
mereka mengerti ketika saya memperjuangkan impian dengan membuat
pilihan-pilihan sulit. I call them true
friends. The ones who know I’m living, making choices, and deciding things for
a good reason, not just passing the time.
KKN itu memang bukan untuk memenuhi dan menambah fungsi akademik mbak. Setahu saya KKN itu tujuannya untuk mengembang fungsi tridharma perguruan tinggi, yaitu pengabdian kepada masyarakat. Karena bagaimanapun juga, setinggi apapun pendidikan kita raih, pada akhirnya kita akan menjadi bagian dari masyarakat.
ReplyDelete